Manajemen berbasis sekolah (MBS)

TUGAS

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Dosen Pembimbing: Dra. Romlah AR. M.Pd






Disusun oleh:
Miftahudin

FAKULTAS TARBIYAH PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
ASSHIDDIQIYAH KARAWANG
TAHUN AKADEMIK
2015


BAB I
PENDAHULUAN
 LATAR BELAKANG
Pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya. Desain organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-manegement).
Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan pendidikan menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MBS).
Tujuan utama adalah untuk mengembangkan kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas kreatif serta emosional tinggi dalam bidang pendidikan.[1]

RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud manajemen berbasis sekolah ?
2.      Apa latar belakang manajemen berbasis sekolah?
3.      Bagaimanakah metode manajemen berbasis sekolah?
4.      Apa tujuan Manajemen Berbasis Sekolah?





BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dalam proses pembelajaran  yang berdasarkan kepada sekolah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara maksimal.
Pengertian MBS Menurut Para Ahli
            Rohiat (2008: 47) mengartikan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah), memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Myers dan Stonehill dalam Umaedi, Hadianto, dan Siswantari (2009: 4.3) berpandangan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke masing-masing sekolah sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan, personal, dan kurikulum sekolah.
Sedangkan B. Suryosubroto (2004: 196) menafsirkan bahwa pada dasarnya Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu strategi pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang menekankan pada pengerahan dan pendayagunaan sumber internal sekolah dan lingkungannya secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas dan bermutu.

Sehingga pada dasarnya konsep Manajemen Berbasis Sekolah adalah strategi pemerintah dalam menyelenggarakan pengelolaan pendidikan yang bergeser dari arah sentrlistik menuju desentralistik yang berdampak pada keleluasaan pengelola sekolah terhadap pengelolaan sekolah yang melibatkan warga sekolah maupun masyarakat guna pencapaian tujuan pendidikan dan perundang-undangan yang berlaku dengan peningkatan mutu pendidikan.[2]

B.     Latar Belakang Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam era otonomi daerah, pendidikan perlu dikelola dengan memperhatikan kepentingan sekolah itu sendiri untuk berkembang secara optimal dan mandiri. Oleh karena itu, MBS merupakan pilihan yang tepat untuk dilakukan oleh pemerintah daerah.
Definisi komprehensif mengenai MBS yang dikemukakan oleh Malen sebagaimana dikutip Ibtisam Abu Duhou adalah suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk desentralisasi yang mengidentifikasikan sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan serta bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang dengannya pendidikan dapat didorong dan ditopang.[3]
Selanjutnya, Candoli mendefinisikan MBS, sebagai suatu cara untuk memaksa sekolah itu sendiri mengambil tanggung jawab atas apa saja yang terjadi pada anak menurut jurisdiksinya dan mengikuti sekolahnya.[4] Konsep ini menegaskan bahwa ketika sekolah itu sendiri dibebani dengan pengembangan total program kependidikan yang bertujuan melayani kebutuhan anak dalam mengikuti sekolah, personil sekolah akan mengembangkan program yang lebih meyakinkan karena mereka mengetahui kebutuhan belajar siswa.
Terkait erat dengan kebijaksanaan anggaran adalah pengawasan atas penetapan peran, penggajian, dan pengembangan staf. Pada ekstrim lainnya, beberapa sekolah diberi pengawasan atas kurikulum sebagai bagian dari MBS. Di sini suatu kurikulum berbasis sekolah berarti bahwa masing-masing sekolah memutuskan bahan-bahan ajar apa akan digunakan, dan juga model pelaksanaan spesifik. Para staf menentukan beberapa kebutuhan pengembangan profesional mereka sendiri, serta beberapa struktur di mana proses pendidikan akan dikembangkan.[5]

C.     Metode Manajemen Berbasis Sekolah
Metode MBS terbukti telah berhasil di negara-negara maju, tetapi masih merupakan konsep baru bagi manajemen pendidikan di negara kita.  Oleh karena itu, tidak secara otomatis sempurna.  Untuk penyempurnaannya, praktisi pendidikan dapat merevisinya sesuai kebutuhan sekolah.
MBS merupakan salah satu jawaban pemberian otonomi daerah dibidang pendidikan dan telah diundang-undangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 51 ayat (1) yang berbunyi, "Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah".  Oleh karena itu, MBS wajib diktahui, dihayati, dan diamalkan oleh warga negara Indonesia terutama mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Otonomi daerah terjadi karena melemahnya kekuatan pusat terutama dalam hal pendanaan pembangunan.  Sebaliknya, daerah semakin kuat tuntutannya untuk melaksanakan otonomi.  Suatu saat, jika kekuatan daerah melemah, maka sentralistik akan terjadi lagi.  Jadi, sentralistik dan desentralistik merupakan proses politik yang tidak pernah final.[6]

D.     Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Pelaksanaan MBS menurut Mulyasa (2009:25) mempunyai tujuan:
Ø  Untuk meningkatkan efisiensi, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
Ø  Untuk meningkatkan mutu, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibelitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalitas guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif dan disinsentif.
Ø  Untuk pemerataan pendidikan, melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.  Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.
Manurut Slamet PH (2001), MBS bertujuan untuk "memberdayakan" sekolah, terutama sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sekitarnya) melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Sekolah yang berdaya pada umumnya adalah sekolah yang mempunyai tingkat kemandirian tinggi dan tingkat ketergantungan rendah, bersifat adaptif- antisipatif dan proaktif, memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dsb.), bertanggung jawab terhadap hasil sekolah, memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya, melakukan kontrol terhadap kondisi kerja, memiliki komitmen yang tinggi pada dirinya, serta menilai sendiri pencapaian prestasinya. Sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, bertanggung jawab, memiliki cara bagaimana sesuatu dikerjakan, pekerjaan yang dilakukan memiliki kontribusi, mengetahui posisinya berada di mana, memiliki kontrol terhadap pekerjaan, serta pekerjaan merupakan bagian hidupnya.

Manajemen berbasis sekolah di Indonesia yang menggunakan model MPMBS (Depdiknas, 2001:5) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam erangkameningkatkan kualitas pendidikan. Terdapat empat tujuan MBS tersebut, yaitu:
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kalau Anda perhatikan pilar kebijakan pendidikan nasional, makna mutu dikaitkan dengan relevansi pendidikan. Oleh karena itu, MBS bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau prosesnya. Mutu dan relevansi ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, artinya hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang relevan dengan berbagai kebutuhan dan konteksnya. Akan tetapi, secara terpisah juga dapat dilihat bahwa makna mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik oleh siswa (lulusan), seperti nilai ujian atau prestasi lainnya, sedangkan relevansi lebih merujuk pada manfaat dari apa yang diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan kehidupan.
Pengelolaan dan pemberdayaaan sumber daya yang tersedia dilakukan secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, MBS juga bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Efektif artinya pengelolaan dan peng-gunaan semua input dalam bentuk non-uang (jumlah dan jenis buku, peralatan, pengorganisasian kelas, metodologi, strategi pembelajaran, dan lain-lain) dikaitkan dengan hasil yang dicapai (output-outcome).  Efektivitas berhubungan dengan proses, prosedur, dan ketepat-gunaan semua input yang dipakai dalam proses pendidikan di sekolah, sehingga menghasilkan hasil belajar siswa seperti yang diharapkan (sesuai tujuan). Efektif dan tidaknya suatu sekolah diketahui lebih pasti setelah ada hasil atau dinilai hasilnya.  Sebaliknya untuk mencapai hasil yang baik diperlukan penerapan indikator atau ciri sekolah efektif. Dengan menerapkan MBS, setiap sekolah sesuai dengan kondisinya masing-masing, diharapkan dapat menerapkan metode yang tepat (yang dikuasai), dan input lain yang tepat pula (sesuai lingkungan dan konteks sosial budaya), sehingga semua input tepat guna dan tepat sasaran, atau efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sementara itu, efisiensi berhubungan dengan nilai uang yang dikeluarkan atau harga (cost) untuk memenuhi semua input (proses dan semua input yang digunakan dalam proses) dibandingkan atau dihubungkan dengan hasilnya (hasil belajar siswa). Dengan demikian, MBS diharapkan dapat memenuhi efektivitas dan efisiensi sekolah, karena perencanaan dibuat sesuai dengan kebutuhan sekolah, sedangkan pelaksanaannya juga diawasi oleh masyarakat.


Pengelolaan dan pemberdayaaan sumber daya yang dimiliki sekolah dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan kepada siswa.
Dengan MBS setiap anak diharapkan akan memperoleh layanan pendidikan yang bermutu di sekolah yang bersangkutan. Dengan asumsi bahwa setiap anak berpotensi untuk belajar, maka MBS memberi keleluasaan kepada setiap sekolah untuk menangani setiap anak dengan latar belakang sosial ekonomi dan psikologis yang beragam untuk memperoleh kesempatan dan layanan pendidikan yang memungkinkan semua anak dan masing-masing anak berkembang secara optimal.
Partisipatif, yakni meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melaui pengambilan keputusan bersama;
Akuntabilitas, yaitu meningkatkan pertanggungjawaban sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.  Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas semua yang dikerjakan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang diperolehnya. Selama ini pertanggung-jawaban sekolah lebih pada masalah administratif-keuangan dan bersifat vertikal (ke atas) sesuai jalur birokrasi. Pertanggungjawaban yang bersifat teknis edukatif terbatas pada pelaksanaan program sesuai petunjuk dan pedoman dari pusat (pusat dalam arti nasional, maupun pusat-pusat birokrasi di bawahnya), tanpa pertanggungjawaban hasil pelaksanaan program. Dengan melaksanakan semua pedoman dan petunjuk, sekolah merasa telah melaksanakan tugas dengan baik. Soal hasil pendidikan (prestasi lulusan) tidak termasuk sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang pendidikan yang akan dicapai.[7]










BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan ke dalam beberapa hal sebagai berikut:
a)      Manajemen pendidikan berbasis sekolah, menuntut adanya sekolah yang otonom dan kepala sekolah yang memiliki otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan atas sekolah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah yang bersifat implementatif dan aplikatif untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah di lembaga pendidikan persekolahan.
b)      Keberhasilan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sangat ditentukan oleh political will pemerintah dan kepemimpinan di persekolahan.
c)      Penerapan MBS yang efektif seyogianya dapat mendorong kinerja kepala sekolah dan guru yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi murid. Oleh sebab itu, harus ada keyakinan bahwa MBS memang benar-benar akan berkontribusi bagi peningkatan prestasi murid. Ukuran prestasi harus ditetapkan multidimensional, jadi bukan hanya pada dimensi prestasi akademik. Dengan taruhan seperti itu, daerah-daerah yang hanya menerapkan MBS sebagai mode akan memiliki peluang yang kecil untuk berhasil.
Saran
Ø  Manajemen komponen-komponen sekolah harus lebih di tingkatkan dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah  demi tercapainya tujuan bersama.
Ø  Pemerintah harus lebih memperhatikan kebutuhan pendidikan dari calon masa depan bangsa.
Daftar Pustaka
3.      Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk, (Jakarta: Logos, 2002), h.. 16.
4.      Candoli, Site-Based Management in Education: How to Make It Work in Your School, (Lancaster: Technomic Publishing Co, 1995), xi.
5.      Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (ed) Reformasi Pendidikan Dalam Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 122.
6.      Usman, Husaini.  2011.  Manajemen : Teori, Praktek dan Riset Pendidikan.  Yogyakarta: Bumi Aksara.  Edisi Ketiga, hal.623-624.
7.      http://www.asikbelajar.com/2015/03/tujuan-mbs.html.





[1] . http://makalahma.blogspot.com/
[2] . http://materiinside.blogspot.com/2014/11/pengertian-manajemen-berbasis-sekolah.html
[3]. Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk, (Jakarta: Logos, 2002), h.. 16
[4] Candoli, Site-Based Management in Education: How to Make It Work in Your School, (Lancaster: Technomic Publishing Co, 1995), xi
[5] Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (ed) Reformasi Pendidikan Dalam Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 122
[6] Usman, Husaini.  2011.  Manajemen : Teori, Praktek dan Riset Pendidikan.  Yogyakarta: Bumi Aksara.  Edisi Ketiga, hal.623-624.
[7]. http://www.asikbelajar.com/2015/03/tujuan-mbs.html

No comments:

Post a Comment