Sejarah Pendidikan Islam di Nusantara



A.      Pengantar
Lahirnya agama Islam yang dibawa Rasulullah SAW. pada abad ke-7 M. adalah suatu hal yang sangat luar biasa yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam sebagai landasan spiritual dan social, memiliki struktur ajaran moral dan program hidup  praktis yang tidak terpisahkan, segala bagian-bagiannya merupakan kesatuan yang terpadu secara harmonis, saling mengisi dan saling menunjang. Sebagai suatu ajaran, Islam memberikan jaminan hubungan metafisik antara manusia dengan Tuhan dan hubungan duniawi antara individu dengan lingkungan masyarakatnya serta lingkungan alamnya.
Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Mulai dari Rasulullah SAW. sendiri diikuti para Shahabat, Tabi’in-tabi’in, para Tabi’it tabi’in dan ulama-ulama, Islam disebarkan ke berbagai penjuru dunia. Hingga pertumbuhan dan perkembangan agama Islam sampai ke Indonesia, dengan pengalaman naik turun, maju mundur, dan berliku-liku. Penyebaran Islam di Indonesia melalui berbagai cara, dengan cara berdagang, melakukan perkawinan, pendekatan seni dan budaya, terjun dalam pemerintahan, dan tidak kalah penting adalah dari unsur pendidikan.
Peranan pendidikan dalam membina Islam sangat besar, dalam usaha menciptakan kekuatan-kekuatan yang mendorong kea rah pencapaian tujuan yang dikehendaki. Kegiatan pendidikan Islam di Indonesia lahir dan tumbuh serta berkembang dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Kegiatan ini merupakan pengetahuan dan pengalaman yang penting bagi kelangsungan perkembangan Islam dan umat Islam, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolok ukur, bagaimana Islam dan umatnya telah memainkan peranannya dalam berbagai aspek social, politik maupun budaya. Oleh karena itu, untuk melacak sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak mungkin lepas dari fase-fase yang dilaluinya. Dalam makalah ini, penyusun hanya memasukkan  tiga fase, yaitu: Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman kerajaan-kerajaan Islam, Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda dan Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman penjajahan Jepang. Dari ketiga fase tersebut diharapkan bisa sedikit membantu dalam melacak sejarah pendidikan Islam di Indonesia.
B.      Sejarah Pendidikan Islam Di IndonesiaPada Zaman Kerajaan Islam
     Kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya kerajaan Islam pertama di Indonesia. Mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia adalah para pedagang, bukan misi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka tidak berambisi mendirikan kerajaan Islam. Para pedagang berdagang sambil menyiarkan agama Islam, materi yang diajarkan berawal dari kalimah Syahadat. Barang siapa yang bersyahadat berarti ia telah masuk Islam. Mereka menyiarkan dengan cara damai, tidak ada paksaan sama sekali.
Zaman Kerajaan Islam ke-1 di Aceh
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Pasai, berdiri pada abad ke-10 M. dengan rajanya yang pertama Al-Malik Ibrahim bin Mahdum dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah. Ibnu Batutah dari Maroko, mengelilingi dunia dan singgah di kerajaan Pasai pada zaman Al-Malik Al-Zahir menerangkan sistem pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai, sebagai berikut:
a.    Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat ialah fiqih mazhab Syafi’i.
b.    Sistem pendidikannya secara informal berupa majelis taklim dan halaqah.
c.    Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh ulama.
d.    Biaya pendidikan agama bersumber dari negara.
Kerajaan Islam yang kedua adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang ke-6 bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin, adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam. Lembaga tersebut mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um karangan Imam Syafi’i. Dari Pasai dan Perlak ini, dakwah Islam disebarkan ke negeri Malaka, Sumatera Barat, dan Jawa Timur.
Kerajaan Aceh Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12 Zulkaedah 916 H, menyatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan di luar negeri. Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar mendapat perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga Negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, di antaranya:
Balai Seutia Hukama, lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli piker dan cendekiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Balai Seutia Ulama, jawatan pendidikan yang mengurusi masalah pendidikan.
Balai Jamaah Himpunan Ulama, tempat studi para ualam dan sarjana dalam membahas persoalan-persoalan pendidikan.
Adapun jenjang pendidikannya adalah sebagai berikut:
Meunasah/Madrasah, berfungsi sebagai sekolah dasar, terdapat di setiap kampung, materi yang diajarkan: menulis dan membaca huruf Arab, ilmu agama, bahasa Jawi/Melayu, akhlak, dan sejarah Islam.
Rangkang, masjid sebagai tempat berbagai aktifitas umat termasuk pendidikan, setingkat dengan Madrasah Tsanawiyah, ada di setiap mukim, materi yang diajarkan: bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung (hisab), akhlak, fiqih, dan lain-lain.
Dayah, setingkat dengan Madrasah Aliyah, ada di setiap daerah Ulebalang dan terkadang berpusat di masjid, materi yang diajarkan: fiqih (hokum Islam), bahasa Arab, tauhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata Negara, ilmu pasti, dan faraid.
Dayah Teuku Cik, setingkat dengan perguruan tinggi atau akademi, materinya: fiqih, tafsir, hadits, tauhid, tasawuf, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata Negara, mantiq, ilmu falaq, dan filsafat.
Melihat lembaga dan jenjang di atas, jelaslah bahwa ilmu pengetahuan dan pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam telah mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Zaman Walisongo
Peranan para Wali (Walisongo) dalam penyebaran agama Islam sudah tidak diragukan lagi, sangat besar sekali. Dengan kerja keras dan ketekunan serat keikhlasan beliau agama Islam mampu merebut hati masyarakat.  Beliau menyebarkan Islam di Jawa, dengan berdirinya kerajaan para wali yaitu kerajaan Demak.
Metode pendidikan yang digunakan oleh para wali kebanyakan menggunakan media pondok pesantren atau padepokan. Beliau-beliau mengajarkan para santri dan masyarakat berbagai ilmu keagamaan. Walisongo adalah orang-orang yang tingkat ketaqwaannya kepada Allah sangat tinggi, pejuang dakwah dengan keahlian yang berbeda. Ada yang ilmu tasawuf, ada seni budaya, juga ada yang bergerak di dalam pemerintahan dan militer secara langsung. Semuanya diabdikan untuk pendidikan dan dakwah Islam.
Zaman Kerajaan Islam di Maluku
Islam masuk Maluku melalui mubaligh dari Jawa sejak zaman Sunan Giri dan mubaligh dari Malaka. Raja Maluku yang pertama masuk Islam adalah Sultan Ternate, Marhum pada tahun 1465-1486 M., atas pengaruh Maulana Husain, saudagar dari Jawa. Raja Maluku yang terkenal di bidang pendidikan dan dakwah Islam adalah Sultan Zainul Abidin. Metode pendidikannya kurang jelas, yang jelas dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, yaitu datang dari orang-orang yang menganut animisme dan orang Portugis yang mengkristenkan penduduk Maluku.
Zaman Kerajaan Islam di Kalimantan
Islam mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam di Bandar Masih di bawah pimpinan Sultan Suriansyah pada tahun 1540 M. Pada tahun 1710, di Kalimantan  dia terkenal sebagai pendidik dan mubaligh besar yang pengaruhnya meliputi seluruh Kalimantan (Selatan, Timur dan Barat).
Sistem pendidikan di Kalimantan berupa pengajian kitab di pesantren, sistemnya sama dengan system pengajian di pondok pesanteran di Jawa, terutama cara-cara menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah.
Zaman Kerajaan Islam di Sulawesi
Seperti halnya poin-poin sebelumnya, system pendidikan di Sulawesi juga pengajian kitab di pondok pesantren. Hal ini tidak lain karena penyebar agama Islam di sana adalah para murid dari ulama-ulama yang sebelumnya juga telah menyebarkan agama Islam melalui pengajian dan pendidikan di pondok pesantren.
Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam di Sulawesi adalah kerajaan Kembar Gowa Tallo pada tahun 1605 M. Dalam dua tahun seluruh rakyat telah memeluk Islam. Mubaligh Islam  yang berjasa adalah murid Sunan Giri, yaitu Abdul Qadir Khatib Tunggal yang berasal dari Minangkabau.
C.      Sejarah Pendidikan Islam Di IndonesiaPada Zaman Penjajahan Belanda
          Zaman VOC (KOMPENI)
Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru, yakni kekuasaan Belanda. Orang-orang Belanda yang mula-mula datang ke Indonesia adalah para pedagang yang tergabung dalam “Vereenigde Oest Indische Compagnie” atau disingkat VOC, yang beragama Kristen Protestan. Kebijakan pendidikan VOC adalah melanjutkan kebijakan yang telah dimulai oleh orang-orang Portugis, tetapi terutama berdasarkan agama Kristen Protestan. Untuk keperluan inilah didirikan sekolah-sekolah, terutama daerah-daerah yang telah di-Nasranikan oleh bangsa Portugis dan Spanyol, seperti di Ambon, Ternate, dan lain-lain.
Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak diselenggarakan. Pendidikan kejuruan baru muncul dalam abad ke-19. Pendidikan bagi pribumi yang beragama Islam tidak menjadi sola, karena kelanjutannya sistem-sistem langgar, pesantren dan madrasah berjalan terus. Juga persekolahan/pendidikan bagi pegawai-pegawai VOC dan pribumi beragama/pemeluk agama Kristen telah diatur oleh pemerintahan VOC.
Kemunduran perusahaan VOC pada akhir abad 18 menyebabkan VOC tidak sanggup dan tidak dapat berfungsi lagi sebagai pengatur pemerintahan dan masyarakat jajahannya sehingga pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan Hindia-Belanda.
Pengaruh Aufklarung

Pada abad ke-17 telah muncul suatu aliran dari Eropa yang kita kenal dengan nama “Aufklarung” dan pada abad ke-18 aliran ini mempengaruhi seluruh Eropa. Dengan adanya “Aufklarung” ini memberikan kecerahan kepada pendidikan Indonesia. “Aufklarung” yang berarti fajar atau terang menghendaki yang pertama adalah “Aufklarung” menghendaki agar manusia dibebaskan dari absolutisme Negara dan mengharapkan agar kebebasan, terutama kebebasan ekonomi, dapat menghasilkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi seluruh ummat manusia (Liberalisme).
Yang kedua adalah Pendidikan hendaknya dapat membebaskan manusia, pengajaran harus lepas dari gereja. Hendaklah negaralah yang harus menyelenggarakannya. Yang ketiga adalah mengemukakan juga pentingnya penerangan (pengajaran) bagi rakyat umum.
Dengan adanya “Aufklarung” tersebut, pendidikan di Indonesia semakin maju, terutama pada masa pemerintahan Deandels dan Rafles. Dalam hal ini pendidikan yang lebih berkembang adalah pendidikan umum khususnya bidang kesehatan, pendidikan Islam kurang berkembang meskipun tetap berjalan.
Pendidikan Islam di Sumatera
Pendidikan Islam di Aceh
Materi pendidikan Islam di Aceh pada masa penjajahan Belanda adalah sebagai berikut:
a. Belajar huruf Hijaiyah (alfabeth Arab).
b. Juz ‘Amma (disebut Al-Qur’an kecil).
c. Mengaji Al-Qur’an (disebut Al-Qur’an besar).
Setelah materi di atas dilanjutkan dengan kitab-kitab berbahasa Melayu, seperti: Bidayah, Masail Al Muhadi, Fur’ Masail, dan lain-lain. Setelah selesai masa pembacaan kitab-kitab Melayu dilanjutkan mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab, seperti: Dammun, Al-‘Awamil, Al Jurumiyah, Tafsir Jalalain.
Setelah perang Aceh melawan Belanda berakhir, pendidikan Islam di Aceh mulai berkembang, ditandai dengan berdirinya berbagai pondok pesantren. Di pondok pesantren banyak dipelajari kitab-kitab seperti: Fatul Qarib, Fatul Mu’in, dan lainnya. Berikutnya mulai lahir madrasah, salah satunya madrasah Sa’adah Abadiyah di Blang Paseh Sigli yang didirikan pada tahun 1930 oleh Tgk. Daud Berueh.
Madrasah itu memiliki tujuh kelas dengan lama masa belajar empat tahun. Materi yang diajarkan: bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama serta sedikit Ilmu Bumi Mesir dan Tarikh Islam. Lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren sebagai basis perlawanan penjajahan Belanda.

Pendidikan Islam di Minangkabau
Pendidikan Islam di Minangkabau mengalami perkembangan yang pesat karena banyaknya buku-buku pelajaran agama Islam yang masuk ke sana. Adapun susunan materi pendidikan Islam di Minangkabau antara lain:
a.     Belajar huruf Hijaiyah seperti halnya di Aceh.
b.    Pengajian kitab yang terbagi atas tiga tingkatan, yaitu:
–   Nahwu, Saraf, dan Fiqih;
–   Tauhid;
–   Tafsir;
c.     Pengajian ilmu Tasawuf, Mantiq, dan Balaghah.
Sistem pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu halaqah dan sistem majelis taklim. Di Minangkabau yang menjadi pusat pendidikan awal permulaan Islam adalah Surau. Pada masa penjajahan Belanda mulai dibuat ruang-ruang berbentuk kelas, dinamakan madrasah.
Pendidikan Islam di Jambi
Pesantren Nurul Iman didirikan pada tahun1914 oleh H. Abdul Samad seorang ulama besar di jambi. Pesantren ini juga berawal dari system halaqah kemudian menggunakan kelas-kelas seperti madrasah modern. Pelajarannya juga begitu, dari sekedar ilmu-ilmu agama kemudian memasukkan ilmu umum yang dibimbing dua guru khusus.
Pendidikan Islam di Pulau Jawa
Pendidikan Islam di Jawa Timur
Pendidikan Islam yang cukup terkenal di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanda adalah Tebuireng, yaitu pesantren yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1904 M. Pada mulanya hanya diajarkan agama dan bahasa Arab, kemudian setelah berdiri madrasah salafiyah memasukkan ilmu-ilmu umum, seperti ilmu bintang, ilmu bumi dan lain-lain.
Pondok Pesantren Tebuireng terdiri atas empat bagian, yaitu: Madrasah Ibtidaiyah (lamanya 6 tahun), Madrasah Tsanawiyah (3 tahun), Mualimin (5 tahun), Pesantren dengan sistem halaqah.
Pendidikan Islam di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanada tidak terlepas dari pengaruh organisasi Nahdhatul Ulama yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (3 Januari 1926) di Surabaya.

Pendidikan Islam di Jawa Tengah
Lembaga Pendidikan Islam di Jawa Tengah yang paling berpengaruh berpusat di sekitar Kudus. Ratusan pondok pesantren dan madrasah tersebar di seluruh pelosok Kudus, antara lain: Aliyatus-Saniyah Muawanatul Muslimin, Kudsiyah, Tsywiqut Tullab Balai Tengahan School, Mahidud Diniyah Al-Islamiyah Al-Jawiyah, dan lain-lain.
Pendidikan Islam di Yogyakarta
Pendidikan Islam di Yogyakarta pada masa penjajahan Belanda banyak didominasi oleh organisasi Muhammadiyah. Diantaranya yang terkenal adalah Kweekschool Muhammadiyah, Mualimat Muhammadiyah, Zuama, Tabligh School, dan H.I.K. Muhammadiyah. Model pendidikannya dengan menggabungkan antara pelajaran umum dengan agama. Selain Muhammadiyah juga ada pondok pesantren Krapyak.
Pendidikan Islam di Jawa Barat
Madrasah pertama adalah yang didirikan di Majalengka pada tahun 1917 oleh Perserikatan Umat Islam. Pondok Pesantren yang cukup berpengaruh adalah PP Gunung Puyuh di Sukabumi. Selain itu juga ada pondok pesantren Persatuan Islam (Persis), pondok ini terdiri dari dua bagian, yaitu Pesantren Besar (untuk para santri yang telah cukup umur untuk mendapatkan pendidikan agama) dan Pesantren Kecil (untuk anak-anak kecil yang pelaksanaannya di sore hari).
Pendidikan Islam di Batavia
Madrasah tertua di Batavia adalah Jamiat Kheir yang didirikan tahun 1905. Tingkatan sekolahnya antara lain: tingkat Tahdiriyah (1 tahun), tingkat Ibtidaiyah (6 tahun), tingkat Tsanawiyah (3 tahun), Bagi lulusan terbaik Tsanawiyah bisa melanjutkan ke Mesir atau Mekkah. Madrasah lain yang juga punya andil besar bagi pendidikan Islam adalah madrasah Al-Irsyad yang didirikan pada tahun 1913.
Pendidikan Islam di Sulawesi
Tidak banyak perbedaan tentang pendidikan Islam di Sulawesi dengan di Jawa dan Sumatera. Hal ini disebabkan karena sumber yang sama, yaitu Mekkah. Kebanyakan madrasah di Sulawesi pada mulanya dipimpin oleh guru-gur agama dari Minangkabau dan Yogyakarta. Madrasah yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan adalah madrasah Amiriyah Islamiyah di Bone. Mata pelajaran yang diberikan di madrasah ini meliputi pelajaran agama dan pelajaran umum.
Madrasah Amiriyah Islamiyah terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1.       Ibtidaiyah, lama belajarnya tiga tahun, diajrakan ilmu agama 50%;

2.       Tsanawiyah, lama belajarnya tiga tahun, diajarkan ilmu agama 60%;
3.       Muallimin, lama belajarnya dua tahun, diajarkan ilmu agama 80%.
Tokoh yang cukup berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan Islam di Sulawesi, antara lainadalah Syekh H. M. As’ad bin H. A. Rasyad Bugis. Madrasah yang didirikannya bernama Wajo Tarbiyah Islamiyah yang dikemudian hari berubah menjadi Madrasah As’adiyah.
Pendidikan Islam di Kalimantan
Madrasah yang tertua yang memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Kalimantan pada masa penjajahan Belanda adalah madrasah Najah Wal Falah di Sei Bakau Besar Mempawah. Didirikan pada tahun 1918 M., setelah itu berdiri madrasah Perguruan Islam Assulthaniyah di Sambas pada tahun 1922 M.
Di Kalimantan pada masa penjajahan Belanda tidak banyak madrasah dan pesantren yang berdiri, namun andil dan maknanya cukup berarti dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di tanah air Indonesia ini di bagian timur.
Sikap Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kedatangan penjajah Belanda di bumi Nusantara untuk mengemban fungsi ganda, yaitu melakukan penjajahan dan salibisasi. Oleh karena itu, semboyan yang terkenal dari penjajah Belanda adalah Glory (kemenangan atau kekuasaan), Gold (emas atau kekayaan bangsa Indonesia), dan Gospel (upaya salibisasi terhadap umat Islam di Indonesia).
Dengan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, penjajah Belanda cenderung merugikan umat Islam. Penjajah Belanda berusaha menghambat perkembangan pendidikan Islam, dengan terang-terangan membiayai misionaris Kristen.
Banyak sikap mereka yang merugikan lajunya perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, misalnya:
Setiap sekolah atau madrasah/pesantren harus memliki ijin dari Bupati atau pejabat pemerintah Belanda.
Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.
Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkannya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.
Pada dasarnya banyak kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam persoalan pendidikan pada masa penjajahan Belanda. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang terpaksa ditutup atau dipindahkah karena ulah penjajah Belanda terhadap bangsa Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda ini, proses pendidikan Islam mengalami banyak tantangan dan hambatan, akan tetapi para tokoh Islam tetap giat dan gigih dalam memperjuangkannya.
D.      Sejarah Pendidikan Islam Di IndonesiaPada Zaman Penjajahan Jepang
Perkembangan Pendidikan dan Pengajaran
Kejayaan penjajah Belanda lenyap setelah Jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat kepada Jepang. Tujuan Jepang ke Indonesia adalah menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia yang sangat besar artinya bagi kelangsungan perang Pasifik. Hal ini sesuai dengan cita-cita politik ekspansinya. Jepang menanamkan ideologi baru yang disebut dengan Ideologi Hakko Ichiu atau ideologi bersama di Asia Timur Raya. Meskipun demikian rakyat Indonesia tetap bergelora untuk lepas dari belenggu penjajahan.
a).   Pelatihan guru-guru:
Dengan melalui sekolah-sekolah diadakanlah pelatihan guru-guru. Mereka dibebani tugas untuk menyebarkan ideologi baru tersebut. Setiap kabupaten diwajibkan mengirimkan wakilnya untuk digembleng selama 3 bulan, jangka waktu yang dirasa cukup menjepangkan para guru.
b).   Perubahan-perubahan penting:
1. Hapusnya dualisme pangajaran: Berbagai jenis sekolah rendah yang diselenggarakan pada zaman pemerintahan Belanda dihapuskan sama sekali. Sekolah-sekolah desa diganti namanya menjadi Sekolah Pertama.
2.    Bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi dan bahasa pengantar, bahasa Jepang dijadikan mata pelajaran wajib dan adapt kebiasaan Jepang harus ditaati.
Pada dasarnya kedatangan Jepang di Indonesia tidak ubahnya dengan Belanda. Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Jepang mengalami hambatan yang cukup besar. Jepang campur ikut tangan dalam seluruh bidang pendidikan agama.
Di Minangkabau, penjajahan Jepang lebih ringan dibandingkan dengan Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, pendidikan Islam berkembang cukup pesat di Minangkabau, seperti madrasah Awaliyah. Di Kalimantan pada masa penjajahn Jepang didirikan perkumpulan Madrasah-madrasah Islam Amuntasi yang disingkat menjadi IMI.

Jepang banyak melakukan pendekatan-pendekatan kepada umat Islam, hal ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dalam upaya memenangkan perang Asia Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Pada waktu Jepang mulai mendapatkan berbagai kekalahan dan tekanan dari pihak sekutu, Jepang mulai memeras kekayaan bumi Indonesia, Jepang banyak menekan bangsa Indonesia sehingga banyak rakyat yang kelaparan. Mendapat tekanan seperti itu, berbagai langkah pemberontakan mulai muncul, seperti PETA (Pembela Tanah Air).
Banyak para Kyai dan ulama yang ditangkap dan diperintah untuk melakukan kerja paksa atau Romusha. Akibatnya dunia pendidikan Islam di Indonesia menjadi terbengkalai, banyak madrasah-madrasah bubar karena murid-muridnya menghindar dari kekejaman Jepang. Ada sedikit keberuntungan bagi madrasah di dalam lingkungan pondok pesantren karena lepas dari pengawasan Jepang.
Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah
Pendidikan pada zaman Jepang disebut Hakko Ichiu, yakni mengajak bangsa Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Sekolah-sekolah pada zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang, yang semuanya untuk kepentingan perang. Kegiatan-kegiatan sekolah antara lain:
a. Mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang;
b. Membersihkan bengkel-bengkel, asrama-asrama militer;
c.  Menanam ubi-ubian, sayur-sayuran dipekarangan sekolah untuk persediaan makanan;
d.  Menanam pohon jarak untuk bahan pelumas.
Tujuan pendidikan pada zaman Jepang hanyalah untuk memenangkan  peperangan. Secara konkrit tujuan yang ingin dicapai Jepang adalah menyediakan tenaga cuma-cuma dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang.
Pada masa awal-awalnya madrasah dibangun dengan gencar-gencarnya selagi ada angina segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat politis belaka, kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja oleh umat Islam Indonesia. Hampir seluruh pelosok pedesaan terdapat madrasah Awaliyah yang banyak dikunjungi. Oleh karena itu, meskipun dunia pendidikan terbengkalai, madrasah-madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren bebas dari pengawasan langsung pemerintahan Jepang. Pendidikan dalam pondok Pesantren dapat berjalan dengan wajar.
 Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam

Sikap Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas dibandingkan dengan zaman pemerintahan colonial Belanda. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang mereka pentingkan adalah memenangkan perang. Bila perlu, mereka memberikan keleluasaan kepada para pemuka agama dalam mengembangkan pendidikannya.
Jepang memandang agama Islam sebagai salah satu sarana penting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan masyarakat Indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka pada bagian masyarakat yang paling bawah. Untuk memudahkan rencana itu, diantaranya Jepang mendirikan/ membentuk KUA, Masyumi dan pembentukan Hizbullah.
Namun demikian dibalik kekejaman Jepang, ada hal yang sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia, khususnya di bidang pendidikan, yaitu:
Bahasa Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia.
Buku-buku dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan mengabaikan hak cipta internasional.
Kreatifitas guru berkembang dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan menyadur atau mengarang sendiri.
Seni bela diri dan pelatihan perang-perangan sebagai kegiatan kurikuler di sekolah telah membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna dalam perang kemerdekaan yang terjadi kemudian.
E.      Penutup
Kesimpulan
Pendidikan Islam pada zaman kerajaan-kerajaan Islam berupa pengajian-pengajian kitab di langgar, madrasah dan juga pondok pesantren. Perkembangan pendidikan Islam pada zaman ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini disebabkan oleh kejelian dari para tokoh penyebar agama dalam membina hubungan dengan masyarakat sekitar.
2.    Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda mengalami hambatan yang serius. Hal ini dikarenakan penjajah Belanda sendiri selain menjajah juga menyebarkan agama yang mereka anut, yaitu Kristen-Protestan. Pendidikan Islam banyak mengalami hambatan dalam menjalankan kegiatannya. Pendidikan berlangsung di madrasah dan pondok pesantren, proses pendidikannya hampir sama dengan pendidikan Islam pada masa sebelumnya.

3       Sikap penjajah Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia sangat merugikan. Mereka secara terang-terangan membiayai misionaris Kristen dalam mengembangkan pendidikannya.
3.    –      Perkembangan pendidikan Islam pada zaman ini juga mengalami hambatan, tetapi tidak seberat di zaman Belanda. Hanya saja di zaman ini pendidikan lebih mengarah pada unsure fisik, karena bertujuan semata-mata untuk kepentingan peperangan.

4. Seperti dijelaskan di atas, tujuan utama dari pendidikan pada zaman ini lebih mengarah untuk kepentingan peperangan. Penjajah Jepang tidak begitu menghiraukan pendidikan Islam, mereka bahkan mau mendukung perkembangan pendidikan Islam, meskipun hal itu hanya merupakan unsur politik untuk mencari dukungan umat Islam Indonesia.

No comments:

Post a Comment