a. Adanya calon suami dan istri yang tidak
terhalang dan terlarang secara syar’i untuk menikah. Di antara perkara syar’i
yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan
dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya
hubungan nasab atau hubungan penyusuan. Atau, si wanita sedang dalam masa
iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya misalnya si lelaki adalah orang
kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya seorang muslimah.
b. Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan
oleh wali atau yang menggantikan posisi wali. Misalnya dengan si wali
mengatakan, “Zawwajtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan si Fulanah”) atau
“Ankahtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan Fulanah”).
c. Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan
oleh suami atau yang mewakilinya, dengan menyatakan, “Qabiltu Hadzan Nikah”
atau “Qabiltu Hadzat Tazwij” (“Aku terima pernikahan ini”) atau “Qabiltuha.”
Dalam ijab dan qabul dipakai lafadz inkah dan tazwij karena dua lafadz ini yang
datang dalam Al-Qur`an.
Seperti firman Allah
SWT:
Dalam hadits disebutkan:
“Dan sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak
memiliki wali.”(HR. Abu Dawud)Karena keberadaan wali nikah merupakan
rukun, maka harus dipenuhi beberapa syarat. Dalam pasal 20 KHI ayat(1)
dirumuskan sebagai berikut: “yang bertindak sebagai wali nikah adalah seorang laki-laki
yang memenuhi syarat hukum islam yakni muslim, aqil dan baligh”Wali nikah ada dua macam yaitu:
1. Wali NasabAdalah wali yang hak perwalianya didasarkan karena adanya hubungan darah. Baik orang tua kandung, dan bisa juga wali aqrob dan ab’ad.
2. Wali Hakim
Adalah wali yang hak perwalianya
timbul, karena orang tua mempelai perempuan menolak (‘adhal) atau tidak ada,
atau karena sebab lain.e. Dua orang saksi saksi adalah orang
yang menyaksikan sah atau tidaknya suatu pernikahan. Hadits Jabir bin Abdullah
r.a:
Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.”(HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa’i).2.2 Syarat Nikaha. Syarat calon pengantin pria sebagai berikut :1. Beragama Islam2. Tidak dipaksa3. Tidak beristri empat orang4. Bukan Mahram bakal istri5. Mengetahui bakal istri tidak haram dinikahinya6 Tidak sedang dalam ihram atau umrah.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang yang sedang berihram tidak boleh
menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.” (HR. Muslim)
فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ
مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا “
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri
keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya), zawwajnakaha1 (Kami nikahkan
engkau dengan Zainab yang telah diceraikan Zaid).” (Al-Ahzab:37)d. Wali, wali adalah pengasuh pengantin
perempuan pada waktu menikah atau orang yang melakukan janji nikah dengan
pengantin laki-laki.
عَدْلٍ، وَشَاهِدَيْ
بِوَلِيٍّ إِلاَّ نِكَاحَ لَا
“Tidak
ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang
adil.”(HR.Al-Khamsah kecuali An-Nasa’i)Seorang wanita tidak memiliki wali
nasab atau walinya enggan menikahkannya, maka hakim/penguasa memiliki hak
perwalian atasnya dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa salam:
لَهُ وَلِيَّ لاَ مَنْ
وَلِيَّ وَالسُّلْطَانُ
1. Wali NasabAdalah wali yang hak perwalianya didasarkan karena adanya hubungan darah. Baik orang tua kandung, dan bisa juga wali aqrob dan ab’ad.
2. Wali Hakim
عَدْلٍ، وَشَاهِدَيْ بِوَلِيٍّ إِلاَّ
نِكَاحَ لَا
(رواه الطبراني، وهو في صحيح الجامع
7558)
Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.”(HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa’i).2.2 Syarat Nikaha. Syarat calon pengantin pria sebagai berikut :1. Beragama Islam2. Tidak dipaksa3. Tidak beristri empat orang4. Bukan Mahram bakal istri5. Mengetahui bakal istri tidak haram dinikahinya6 Tidak sedang dalam ihram atau umrah.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَخْطُبُ وَلاَ يُنْكَحُ
وَلاَ الْمُحْرِمُ يَنْكِحُ لاَ
b.
Syarat calon pengantin wanita sebagai berikut:
1.
Beragama Islam
2.Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannyaHadits
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458)
تُسْتَأْذَنَ
حَتَّى الْبِكْرُ تُنْكَحُ وَلاَ تُسْتَأْمَرَ حَتَّى اْلأَيِّمُ تُنْكَحُ لاَ
“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458)
Terkecuali bila si wanita masih kecil,
belum baligh, maka boleh bagi walinya menikahkannya tanpa seizinnya.
1.
Tidak bersuami dan tidak dalam iddah
2.
Bukan mahram bakal suami
3.
Belum pernah dili'an (sumpah li'an) oleh bakal suami.
4.
Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah
c.Syarat wali sebagai berikut :
1.Beragama Islam
2.Baligh
3.
Berakal
4.Tidak dipaksa
5.Adil ( bukan fasik )
6.Tidak sedang ihram haji atau umrah
7.Tidak dicabut haknya dalam menguasai harta bendanya oleh pemerintah (mahjur
bissafah)
8.
Tidak rusak pikirannya karena tua atau sebagainya.
B. Hukum akad nikah yang dihadiri
salah satu pihakPerkawinan Tanpa Dihadiri Salah Satu Pihak Menurut Hukum Islam
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa Ketidakhadiran salah satu pihak
calon mempelai tetap dilakukan Ijab Qabul melalui seseorang wakil dengan
pengangkatan yang dilakukan melalui surat kuasa baik secara otentik maupun di
bawah tangan dengan persetujuan Pejabat yang berwenang, menurut Fiqih Islam
perkawinan melalui wakil adalah sah selama memenuhi rukun dan syarat
perkawinan. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 setiap
perkawinan yang dilakukan harus berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing
dan tiap perkawinan haruslah dicatatkan menurut peraturan yang berlaku, Dalam
perkawinan dapat dikatakan dengan sah apabila suatu perkawinan telah memenuhi
rukun dan syarat baik menurut Hukum Islam maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang
Perkawinan, maka memiliki akibat hukum yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Menjadi halal melakukan hubungan seksual.
2. Mas Kawin yang diberikan menjadi milik sang isteri.
3. Timbulnya hak-hak dan kewajiban antara suami isteri
4. Anak yang dilahirkan dari perkawinan itu menjadi anak yang sah.
5. Timbul Kewajiban suami untuk membiayai dan mendidik anak dan isterinya serta mengusahakan tempat tinggal bersama.
6. Berhak saling waris mewarisi antara suami isteri dan anak dengan orang tua.
7. Timbulnya larangan perkawinan karena hubungan semenda.
8. Bapak berhak menjadi wali Nikah bagi anak Perempuannya.
9. Bila diantara suami atau isteri meninggal salah satunya, maka yang lainnya berhak menjadi wali pengawas terhadap anak dan hartanya. Hendaklah kita sebagai masyarakat dapat mengerti dan memahami tentang kriteria suatu perkawinan yang dapat dinyatakan sah baik menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 serta dapat mengerti dan memahami bahwa perkembangan zaman yang semakin maju, akan menimbulkan suatu dampak dalam perkembangan hukum, sehingga munculnya permasalahan perkawinan melalui wakil akibat dari pesatnya perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan hidup. Hendaklah para penegak hukum dapat berlaku adil didalam melaksanakan Penegakan hukum terkait dengan perkawinan melalui wakil.
C. Saksi dalam akad nikahSaksi menurut bahasa berarti orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian). Sedangkan menurut istilah adalah orang yang memberitahukan keterangan dan mempertanggungjawabkan secara apa adanya.
Rasulullah sendiri dalam berbagai riwayat hadits walaupun dengan redaksi berbeda-beda menyatakan urgensi adanya saksi nikah, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits:
Mayoritas fuqaha’, mereka itu ulama Hanafiyah dan Asy-Syafi’iyah dan yang
masyhur pendapat ulama Hanbaliyah, pengumuman nikah dapat dicapai melalui
persaksian dalam akad dan persaksian ini merupakan ukuran minimal dalam
pengumuman. Persaksian tidak boleh cacat dan akad menjadi tidak sah tanpa
persaksian. Adapun penggabungan sesuatu dari beberapa periklanan dan pengumuman
lain hukumnya dianjurkan (mustahab).
Andaikata yang dilakukan hanya berbagai periklanan dan pengumuman nikah tanpa
persaksian pada akad, maka akadnya rusak. Persaksian ketika berlangsungnya akad
menurut mereka wajib bagi keabsahannya.Menurut Malikiyah saksi tidak
dibutuhkan kehadirannya pada saat aqad, namun saksi akan diharuskan
kehadirannya setelah aqad sebelum suami mencampuri isterinnya. Malikiyah justru
mengutamakan i’lan nikah dari pada
kesaksian itu sendiri, karena dalam i’lan
sudah mencakup kesaksian. Meski demikian mereka tetap menghadirkan dua orang
saksi sebagai wujud pengamalan mereka terhadap hadits tersebut. Hal ini
didasarkan pada pandangan Malikiyah, yang benar-benar mengedepankan praktek
ahli Madinah yang pada waktu itu mengamalkan hadits-hadits yang berkaitan
dengan i’lan.Dalam peraturan perundangan yaitu
KUHP Pasal 1 (26) dinyatakan tentang pengertian saksi yaitu: “Saksi adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan perkara tentang suatu perkara yang ia dengar
sendiri, ia lihat dan ia alami sendiri dengan menyebut alas an dari
pengetahuannya itu”.
1. Menjadi halal melakukan hubungan seksual.
2. Mas Kawin yang diberikan menjadi milik sang isteri.
3. Timbulnya hak-hak dan kewajiban antara suami isteri
4. Anak yang dilahirkan dari perkawinan itu menjadi anak yang sah.
5. Timbul Kewajiban suami untuk membiayai dan mendidik anak dan isterinya serta mengusahakan tempat tinggal bersama.
6. Berhak saling waris mewarisi antara suami isteri dan anak dengan orang tua.
7. Timbulnya larangan perkawinan karena hubungan semenda.
8. Bapak berhak menjadi wali Nikah bagi anak Perempuannya.
9. Bila diantara suami atau isteri meninggal salah satunya, maka yang lainnya berhak menjadi wali pengawas terhadap anak dan hartanya. Hendaklah kita sebagai masyarakat dapat mengerti dan memahami tentang kriteria suatu perkawinan yang dapat dinyatakan sah baik menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 serta dapat mengerti dan memahami bahwa perkembangan zaman yang semakin maju, akan menimbulkan suatu dampak dalam perkembangan hukum, sehingga munculnya permasalahan perkawinan melalui wakil akibat dari pesatnya perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan hidup. Hendaklah para penegak hukum dapat berlaku adil didalam melaksanakan Penegakan hukum terkait dengan perkawinan melalui wakil.
C. Saksi dalam akad nikahSaksi menurut bahasa berarti orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian). Sedangkan menurut istilah adalah orang yang memberitahukan keterangan dan mempertanggungjawabkan secara apa adanya.
Rasulullah sendiri dalam berbagai riwayat hadits walaupun dengan redaksi berbeda-beda menyatakan urgensi adanya saksi nikah, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits:
عَدْلٍ، وَشَاهِدَيْ
بِوَلِيٍّ إِلاَّ نِكَاحَ لَا
“Tidak sah
suatu akad nikah kecuali (dihadiri) wali dan dua orang saksi yang adil”.
No comments:
Post a Comment