PENDAHULUAN
Ditinjau dari segi pendidikan setiap manusia baik sebagai individu
maupun sebagai makluk sosial, seharusnya berpakaian secara sopan dan beradab
sehingga dapat mencerminkan kepribadian dan akhlak yang anggun dan mulia. Konsep berpakaian sopan yang menampakkan
kepribadian seorang muslim sejati itu sudah diatur dalam agama Islam. Hal ini
sudah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan untuk mengangkat
harkat dan martabat mereka sendiri.
PAKAIAN DAN PERHIASAN
Allah Swt telah menganugerahkan manusia
dengan berbagai nikmat dan karunia yang tiada terhingga nilainya. Salah
satu bentuk nikmat yang dianugerahkan adalah mengajarkan kepada manusia
pengetahuan tentang tata cara berpakaian. Pernyataan ini penting artinya bila
dilihat dari segi agama Islam karena tuntunan sandang sebagai
penutup jasmani sekaligus dikaitkan fungsinya untuk menumbuhkan keindahan guna
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Busana dapat mempengaruhi terbitnya kesadaran dan ketaqwaan seseorang
kepada Allah SWT.
A. Pengertian Pakaian dan Perhiasan
Pakaian
secara umum dipahami sebagai “alat” untuk melindungi tubuh atau “fasilitas“
untuk memperindah penampilan. Tetapi selalin untuk memenuhi dua fungsi
tersebut, pakaian pun dapat berfungsi sebagai “alat” komunikasi yang
non-verbal, karena pakaian mengandug simbol-simbol yang memiliki beragam makna.
Islam
menganggap pakaian yang dikenakan adalaha simbol identitas, jati diri,
kehormatan dan kesederhanaan bagi seseorang, yang dapat melindungi dari
berbagai bahaya yang mungkin mengancam dirinya. Karena itu dalam islam pakaian
memiliki karakteristik yang sangat jauh dari tujuan ekonmi apalagi tujuan
yang mengarah pada pelecehan pencibtaan makhluk Allah.
Prinsip
berpakaian dalam islam dikenakan oleh seseorang sebagai ungkapan
ketaantan dan ketundukan kepada Allah, kerena itu berpakaian bagi orang
muslim maupun muslimah memiliki nilai ibadah. Oleh karena demi kian dalam
berpakaian seseorang harus mengikuti aturan yang ditetapkan Allah dalam Al
Qur’an dan As-Sunnah. Dalam berpakaian seseorang pun tidak dapat menentukan
kepribadiannya secara mutlak, akan tetapi sedikit dari pakaian yang
digunakannya akan tercermin kepribadiannya dari sorotan lewat pakaiannya.
Berpakaian berasal dari kata pakaian yang
artinya suatu yang harus diperhatikan oleh laki-laki maupun perempuan. Sebab
pakaian merupakan pelindung yang dibutuhkan oleh kesehatan. Pakaian merupakan
penutup yang melindungi sesuatu yang dapat menyebabkan malu apabila terlihat
oleh orang lain.
Allah
berfirman:
Artinya :”Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya keseluruh tubuh mereka”, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu, dan Allah adalah maha
pengampun lagi maha penyayang” (QS. al-Ahsab : 59)
Ayat di atas menjelaskan dua fungsi pakaian
yaitu sebagai penutup aurat dan sebagai perhiasan. Dengan
demikian fungsi utama dan pertama dari pakaian adalah sebagai perhiasan untuk
memperindah penampilan dihadapan Allah dan sesama manusia inilah fungsi etika
berpakaian.
Sedangkan pendapat lain mengatakan pakaian
adalah hiasan yang dikuasai oleh fitrah tanpa ada beban. Allah dan
rasullnya sangat tidak menyukai seorang muslim yang memakai perhiasan yang
berlebihan dan menjadi sombong karna perhiasan tersebut, seperti hadits di
bawah ini :
Artinya: Allah swt tidak akan memandang kepada orang yang menyeret pakaiannya
karena sombong.
Hadits di atass menerangkan bahwa Allah
tidak menyukai seorang yang menyeret pakainnya karena sombong dan riya’.
Perhiasan yang dimaksudkan di sini adalah sesuatu yang dimanfaatkan
oleh pemiliknya untuk mendapatkan sesuatu corak keindahan. Islam telah menganjurkan untuk memakai
perhiasan yang baik dan halal. Islam juga telah memperingatkan untuk tidak
berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam memakainya, yang mejadikan wanita
sebagai budak kehidupan atau lebih mencintai kehidupan dunia daripada kehidupan
di akhirat. Oleh karena itu wanita muslimah yang benar-benar sadar akan ajaran
agamanya dan jujur serta membuka mata lebar-lebar akan senantiasa mengutamakan
kesederhanaan dan keseimbangan dalam segala hal. Karena itu lebih disukai Allah
Swt.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa berpakaian itu
merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan oleh setiap insan seperti kaum
laki-laki dan perempuan karena sejak zaman Rasulullah sampai sekarang ini
berpakaian itu merupakan hal yang tidak boleh dilalaikan karena dengan
berpakaian aurat manusia akan tertutup dan terlindung dari segala penyakit.
Melihat nilai strategis pakaian dalam kehidupan, Islam pun menaruh perhatian yang sangat
besar terhadap masalah ini. Arti penting berpakaian dalam Islam dapat kita
lihat dari penyebutan fungsi pakaian di dalam Hadits dan Al-Qur’an yaitu.
B. Fungsi dan Tujuan Berpakaian
Di
riwayatkan oleh Tirmidzi.
“Dari Mu'adz bin Anas ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda :
"Barangsiapa yang meninggalkan pakaian mewah karena tawadhu' (merendahkan
diri) kepada Allah padahal ia mampu untuk membelinya, maka kelak pada hari
kiamat Allah memanggilnya di hadapan para makhluk, untuk disuruh memilih
pakaian iman sekehendak untuk dipakainya."(HR. Turmudzi)
Maksud Berpakaian muslim bagi siswa adalah untuk menggambarkan
keimanan seseorang dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wata’ala serta taat
mengamalkan Agama Islam sekaligus melestarikan pakaian adat.Fungsi
berpakaian Muslim dan Muslimah adalah untuk menjaga kehormatan dan harga diri,
sebagai identitas Muslim dan Muslimah, serta untuk menghindari kemungkinan
tcrjadinya ancaman dan gangguan dari pihak lain. Tujuan berpakaian Muslim dan
Muslimah adalah :
A. Hukum Pakaian
Ø Pakaian wajib
Pakaian
yang diwajibkan adalah yang bisa menutupi aurat, yang dapat melindungi tubuh
dari cuaca panas dan dingin, dan yang bisa mencegah tubuh terserang bahaya.
Ø Pakaian sunah
Pakaian
yang disunahkan adalah yang memiliki keindahan dan kebagusan. Diriwayatkan dari
Abu Darda, Bahwa Rasulullah SAW bersabda.
“Kalian akan bertemu saudara-saudara kalian, maka perbaguslah
kendaraan dan pakaian kalian sehingga kalian tampak seperti tahi lalat (yang
indah) dimata manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai kekumalan dan
kelusuhan.”
Memakai pakaian yang indah juga sangat dianjurkan pada waktu
ibadah, Shalat Jum’at, Shalat dua hari raya, dan saat berkumpul bersama orang
banyak.
Ø Pakaian yang dilarang
Pakaian yang dilarang adalah yang terbuat dari bahan sutera dan
emas (bagi lelaki). Kaum lelaki juga dilarang memakai pakaian yang diperuntukan
khusus bagi kaum perempuan. Begitu pula sebaliknya. Pakaian serba mewah dan
berlebihan juga dilarang dipakai, baik oleh lelaki maupun perempuan.
Ø Memakai pakaian sutera dan duduk diatas permadani sutra
Ada sejumlah hadis yang menyebutkan keharaman memakai pakaian
sutera dan duduk diatas alas dari sutera bagi kaum laki-laki. Diriwayatkan dari
Umar bahwa Nabi SAW bersabda.
“Janganlah kalian memakai sutera, karna barang siapa memakainya di
dunia maka dia tidak akan memakainya di akhirat.” (HR. Al-Bukhari)
Diriwayatkan
dari Hudzaifah berkata, “Rasulullah melarang kami makan dan minum diwadah yang
terbuat dari emas dan perak, memakai kai sutra dan pakaian dari sutera atau
duduk diatasnya. Beliau bersabda; ‘Itu untuk mereka di dunia dan untuk kalian
di akhirat’.
Berdasarkan hadis ini, mayoritas
ulama menegaskan keharaman memakai pakaian sutera atau duduk diatas sutera.
Bahkan menurut Al-Mahdi dalam kitab
Al-Bahr, keharamanya bersifat ijma. Al-Qadhi Iyadh menyebutkan
bahwa sejumlah ulama, seperti Ibnu Ulayyah, membolehkan
memakai pakaian sutera atau duduk diatas alas dan permadani sutera.
Ø Sutera bercampur dengan bahan lain
Menurut kalang Mazhab Asy-Syafi,i,
jika ukuran kadarnya lebih banyak dari sutera maka tidak diharamkan. Tapi, jika
ukuran kadarnya sama atau lebih sedikit, maka tetap diharamkan. Mereka
berpandanga bahwa hukum kadar yang lebih banyak sama dengan hukum
keseluruhanya. An-Nawawi berkata.
”Adapun pakaian yang bahanya merupakan campuran antara sutera dan bahan lainya,
maka itu diharamkan kecuali kadar suteranya lebih banyak.”
Ø Anak-anak boleh mengenakan sutera
Menurut mayoritas fuqaha, memakai
pakaian sutera tetap diharamkan bagi anak kecil mengingat keumuman larangan
yang ada. Tetapi, kalangan Mazhab Asy-Syafi’i memperbolehkanya.
An-Nawawi
berkata. “adapun anak laki-laki yang masih
kecil, dihalkan memakai perhiasan dan sutera pada hari raya. Sebab mereka belum
dibebani kewajiban agama (mukallaf).
B.
Mengenakan cincin emas dan perak
Mayoritas ulama sepakat bahwa kaum laki-laki diharamkan memakai cincin emas atau
perak. Ada banyak hadits yang bisa dijadikan dalil untuk ini. Diriwayatkan dari
Al-Bara bin Azib, beliau berkata, “Rasulallah SAW memerinahkan kami pada tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh
perkara. Beliau memerintahkan kami untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang
sakit, memenuhi undangan orang yang mengundang, menolong orang yang terzhalimi,
melaksanakan sumpah dengan benar dan menjawab salam. (Dalam riwayat lain: Menebarkan
salam dan mendoakan orang bersin). Dan, beliau melarang kami dari (penggunaan) wadah perak, cinci emas, kain sutra, pakaian dari
sutra, (dibaj), sutra campur katun (qasiy), sutera tebal, dan mitsarah
berwarna merah.
Ø Bejana Emas dan Perak
لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ
الذَّهَبِ والْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي
الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ
Janganlah kalian minum dengan bejana dari emas dan perak, dan jangan makan dengan
bejana yang terbuat dari keduanya. Karena itu bagi mereka (orang kafir) di
dunia, dan bagi kalian (wahai orang beriman) di akhirat. (Muttafaqun ‘alaih).
Para
Ulama’ berbeda pendapat
dalam hal itu. Jumhur (mayoritas) Ulama’ berpendapat tidak boleh. Sebagian lagi
menyatakan boleh. Karena Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam melarang
khusus untuk penggunaan makan dan minum saja. Ummul Mukminin, istri Nabi, Ummu
Salamah juga memiliki al-juljul (tempat penyimpanan dengan semacam genta di
dalamnya) yang terbuat dari perak. (diriwayatkan Al-Bukhari). Pendapat yang
lebih kuat adalah boleh. Namun, sebaiknya tidak digunakan untuk kehati-hatian. Hal yang jelas tidak
diperbolehkan adalah jika maksud penggunaannya untuk berbangga dan
bermewah-mewah.
Diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,” Janganlah kalian mengenakan kain sutra dan pakaian dari
sutra, jangan pula kalian minum dengan wadah-wadah yang terbuat dari emas dan
perak, atau makan dengan piring-piring dari keduanya. Sesungguhnya itu untuk
mereka didunia dan untuk kalian di akhirat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ø Dibolehkan mengenakan Gigi dan Batang Hidung yang terbuat dari Emas
Seseorang dibolehkan memasang gigi palsu atau hidung palsu yang
terbuat dari emas jika terpaksa atau sangat membutuhkanya. Diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi dari Arfaja bin As-ad, beliau berkata, “Hidungku terpotong pada
perang kulab, lalu akau menggantinya dengan memasang hidung palsu dari logam
perak. Tetapi, hidung tersebut mulai membusuk. Maka, Nabi SAW menyuruhku untuk memasang hidung palsu dari emas,
Ø Wanita menyerupa pria
Islam melarang pria dan wanita berpenampilan menyerupai lawan
jenisnya. Islam tegas mengharamkanya. Baik dalam hal berpakaian, bertutur kata,
berjalan, dan seterusnya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata.
Nabi
SAW melaknat pria yang menyerupai wanita (mukhannat) dan wanita yang
menyerupai pria (mutarajjilah). (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ø Pakaian Syuhrah
Pakaian syuhrah adalah pakain yang tidak umum dikenakan oleh
kebanyakan orang sehingga menjadi objek perhatian banyak orang. Hukum memakai
pakaian ini adalah haram. Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda.
“Barang siapa memakai pakaian syuhrah didunia, maka Allah akan
mengenakan untuknya pakaian kenistaan dihari kiamat.” (HR. Ibnu Maesur).
Ø Wanita dilarang menyambung rambutnya dengan rambut orang lain
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seoraang perempuan datang
menemui Nabi SAW dan berkata:
Wahai Rasul, aku mempunyai anak perempuan yang hendak menikah, tapi rambutnya
rontok karna sesuatu penyakit. Bolehkan aku menyambungnya? Beliau menjawab.
“Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya atau yang minta
disambungkan rambutnya, dan perempuan yang membuat tato atau minta dibuatkan
tato.” (HR. Al-bukhari dan Muslim).
Dalam
kitab Nailul Authar disebutkan, “menyambung rambut hukumnya haram. Sebab
kelaknatan tidak di tujukan bagi sesuatu yang diharamkan. “An-Nawawi berkata,
“Inilah pendapat yang terkuat dan terpilih.”
C.
Larangan Menggambar dan Membuat Patung
UIama
membagi Shuwar (gambar) menjadi dua macam yaitu
bentuk 2 dimensi (sejenis lukisan) dan bentuk 3 dimensi (patung).
1.
Gambar yang memiliki naungan/bayangan
seperti yang terbuat dari plester/dempul, tembaga, batu atau sebagainnya,
bagian ini dinamai Patung.
2.
Gambar yang tidak
memiliki naungan/bayangan seperti yang digambar di atas kertas, diukir di
dinding, digambar di karpet/hambal (tanah) atau bantal dan sejenisnya, ini
semua di namakan Gambar. (masuk dalam istilah ini, lukisan dan ukiran seperti
relief)
Mazhab Hanafi: Imam Alkassani (salah satu golongan
Hanafiyyah) berpendapat makruh hukumnya jika ada gambar didalam rumah. Kemudian
mereka sepakat jika menggambar makhluk yang tidak bernyawa tidaklah dilarang.
Dan jika menggambar makhluk bernyawa untuk disembah, disucikan, dan untuk
menandingi ciptaan Allah adalah Terlarang. Sementara jika untuk yang lainnya di
bolehkan.
Mazhab Maliki: Haram hukumnya
menggambar dengan empat syarat :
1. Lukisan, gambar makhluk hidup yang memiliki ruh,
2. Gambar yang berbentuk, yang terbuat dari tanah liat, kayu, besi dan
lainnya.
3. Gambar yang nampak kesempurnaanya, yang tidak mungkin hidup.
4. Gambar yang menjijikan.
Mazhab Syafi’i Boleh hukumnya
menggambar dengan lima syarat:
1. Gambar selain hewan seperti pepohonan, matahari, bulan dan lain-lain.
2. Gambar yang tidak berjasad yang digambar diatas tanah, karpet, sajadah,
bantal.
3. Tidak bertujuan untuk diagung-agungkan.
4. Gambar yang tidak sempurna bentuk.
5. Mainan anak-anak.
Mazhab Hanbali : Boleh menggambar pada
kategori dibawah ini:
1. Gambar selain hewan seperti pepohonan, matahari, bulan dan lain-lain.
2. Gambar yang digambar di baju, bantal dan sebagainya.
3. Gambar yang tidak sempurna bentuk seperti gambar kepala dan sejenisnya.
Gambar yang di bolehkan:
1. Semua gambar yang tidak memiliki ruh, seperti menggambar benda-benda mati,
sungai, pepohonan ,dsb.
2. Semua gambar yang tidak Kamilat al-Hay’ah (bentuk sempurna), sepeti
menggambar tangan saja, kaki, kepala, mata, dsb.
3. Mainan anak-anak seperti boneka dan sebagainya.
Gambar yang di haramkan:
1.
Gambar yang berbentuk
(patung) : yang memiliki ruh.
2.
Gambar yang digambar :
yang memiliki ruh.
3.
Gambar yang sempurna
bentuknya.
4.
Gambar yang di buat
untuk diagung-agungkan.
Ø Hukum Membuat Patung
Mengenai hukum membuat bentuk tiga dimensi
(patung), mayoritas ulama -selain Malikiyah-mengharamkannya karena. Alasan diharamkannya
membuat gambar dan patung:
1. Menandingi
Allah dalam mencipta.
2. Dapat
menjadi perantara untuk berlebih-lebihan terhadap selain Alllah dengan
mengagungkannya lebih-lebih patungnya adalah patung orang sholih.
3. Menyerupai
orang musyrik dalam membuat patung walau patung tersebut tidak disembah. Jika
sampai disembah, maka lebih jelas lagi terlarangnya.
Yang termasuk dalam larangan adalah untuk
patung yang memiliki ruh yaitu manusia dan hewan, tidak pada tumbuhan.
Menurut jumhur ulama dari Madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hambali berpendapat akan haramnya membuat shuroh, baik itu gambar tiga
dimensi (yaitu patung), begitu pula gambar selain itu. Bahkan Imam Nawawi katakan bahwa haramnya hal ini adalah ijma’ (kata sepakat ulama).
Namum Pendapat ijma’ tersebut tidaklah tepat karena ulama Malikiyah menyelisihi dalam hal ini. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika bagian tubuh lain tidak
ada, lalu masih tersisa kepala, maka pendapat yang rojih (kuat), gambar atau
patung tersebut masih tetap haram.
Ada patung yang tidak diagungkan, hanya sedekar dipajang. Ada juga
patung besar yang dijadikan sebagai monumen. Ada pula yang diagungkan secara berlebihan sehingga
akhirnya disembah.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ
سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِى عَلَى سَهْوَةٍ لِى فِيهَا تَمَاثِيلُ ، فَلَمَّا رَآهُ
رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – هَتَكَهُ وَقَالَ « أَشَدُّ النَّاسِ
عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ » . قَالَتْ
فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
“Pernah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam datang dari suatu safar dan aku ketika itu menutupi diri
dengan kain tipis milikku di atas lubang angin pada tembok lalu di kain tersebut
terdapat gambar-gambar. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat
hal itu, beliau merobeknya dan bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berat
siksanya pada hari kiamat adalah mereka yang membuat sesuatu yang menandingi
ciptaan Allah.” ‘Aisyah mengatakan, “Akhirnya kami menjadikan kain tersebut
menjadi satu atau dua bantal.” (HR. Bukhari no. 5954 dan
Muslim no. 2107).
Dalam
riwayat lain disebutkan,
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُعَذَّبُونَ
، فَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya pembuat gambar ini
akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan pada mereka, “Hidupkanlah apa yang
telah kalian ciptakan (buat).” (HR. Bukhari no. 2105 dan Muslim no.
2107)
Dalam
riwayat lain disebutkan,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الْمُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya orang yang peling berat siksanya
di sisi Allah pada hari kiamat adalah al mushowwirun (pembuat gambar).”
(HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109) “.
Patung Tanpa Kepala
Dalam Al Mughni karya
Ibnu Qudamah disebutkan, “Ketika gambar atau patung dibentuk dari badan tanpa
kepala atau kepala tanpa badan atau dijadikan kepala tetapi bagian lainnya
adalah berbentuk lainnnya selain hewan, ini semua tidak termasuk dalam
larangan.” Namun, menurut ulama Syafi’iyah berpendapat
bahwa jika bagian tubuh lain tidak ada, lalu masih tersisa kepala, maka
pendapat yang rojih (kuat), gambar atau patung tersebut masih tetap haram.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika
kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR.
Al-Baihaqi 7: 270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As
Silsilah Ash Shohihah no. 1921)
Ø Gambar-gambar dan mainan anak-anak
Bentuk pengecualian dari semua itu adalah mainan anak-anak, seperti
boneka dan semisalnya. Ia boleh dibuat dan di jual. Diriwayatkan Dari Aisyah,
Ia berkata, ). Aku biasa main dengan anak-anak perempan.” Rasululah SAW datang
kepada ku, sementara itu ditangan ku terdapat boneka mainan. Jika beliau masuk
rumah, maka kami keluar, dan jika beliau keluau keluar maka kami masuk (untuk
bermain lagi).” (HR. Al-Bukhari)
Ø Larangan meletakkan gambar didalam rumah
Sebagai mana diharamkanya membuat patung dan gambar mahluk
bernyawa, diharamkannya pula meletakan itu semua didalam rumah. Yang harys
dilakukannya adalah meletakan atau merusaknya hingga tidak menyerupai mahluk
beryawa lagi. Diriwayatkan oleh al Bukhari bahwa Rasulullah SAW bersabda
“Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk kedalam rumah yang
didalamnya terdapat patung.”
Ø Gambar-gambar yang tidak ada bayanganya
Adapun
gambar yang tidak memiliki bayangan, seperti lukisan didingding, diatas kertas,
gambar yang ada dipakaian, tirai, gambar fotografi, semuanya diperbolehkan.
Dari Busr bin Said dari Zaid bin Khalid dari Abu Thalhah, bahwa Nabi SAW
bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya
terdapat gambar.” Busr berkata; Suatu ketika Zaid sakit, dan kami menjenguknya.
Kami mendapati ada tirai bergambar didepan rumahnya. Akupun berkata kepada
Ubaidillah, Anak tiri Maimunah (Istri Nabi); Apakah Zaid belum memberi tahu mu
masalah gambar pada hari pertama? Tetapi, Ubaidillah malah berkata; Tidakah
kalian mendengarnya (Zaid) saat berkata: Kecuali gambar yang ada pada pakaian?
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hazm berkata, “Dibolehkan bagi
anak kecil, khususnya mainan berupa gambar mahluk bernyawa, dan tidak
diperbolehkan selain bagi mereka. Semua jenis gambar diharamkan, kecuali bagi
mereka dan kecuali ganbar yabg ada pada pakaian. “Ibnu Hazm lalu menyebutkan
hadis riwayat Zaid bin Khalid dari Abu Talhah Al- Ansari
Daftar
pustaka
·
At-Tashwir oleh Dr. Abdul Aziz bin Ahmad Al-Bajadi, Bayan
Tadhlil fii Fatwa Al-Umrani fii Jawaz At-Tashwir oleh Asy-Syaikh Yahya
Al-Hajuri, Tahrim At-Tashwir oleh Asy-Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiry.
·
Hukmu At-Tashwir Al-Futughrafi oleh Walid bin
Raasyid As-Saidan, Al-Ibraz li Aqwal Al-Ulama` fii Hukmi At-Tilfazh yang
dikumpulkan oleh Luqman bin Abi Al-Qasim]Dalam Al Mughni karya Ibnu Qudamah .
·
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, juz ke 12, hal. 92-111, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy
Syu-un Al Islamiyyah.
·
Riyadhus Sholihin Syaikh Al-Utsaimin .
Maaf bagi para pembaca yang budiman bila ada kesalahan dalam penulisan hadits atau ayat al-qur'an yang kurang pas atau salah harap dimaklum,karna saya juga masih dalam tahap belajar,kami juga sebagian mengutip dari makalah-makalah yang ada di blog.maksud saya tidak lain hanya ingin mendokumentasikan tulisan ini.bila anda ingin mengutip lagi dari tulisan ini harap dipertimbangkan .syukron katsir
Maaf bagi para pembaca yang budiman bila ada kesalahan dalam penulisan hadits atau ayat al-qur'an yang kurang pas atau salah harap dimaklum,karna saya juga masih dalam tahap belajar,kami juga sebagian mengutip dari makalah-makalah yang ada di blog.maksud saya tidak lain hanya ingin mendokumentasikan tulisan ini.bila anda ingin mengutip lagi dari tulisan ini harap dipertimbangkan .syukron katsir
No comments:
Post a Comment